Rihat Minda


Friday, 15 January 2010

Berlakukah Undang Syariat Sepenuhnya Di Aceh?

Gambar diambil pada 2 Disember 2009 merakamkan polis Syariah wanita Aceh (kanan) menasihati seorang wanita yang menunggang motosikal supaya memakai pakaian yang sopan semasa ditahan di satu sekatan jalan raya di Banda Aceh. - AFP

BANDA ACEH Jan 14 10 – Suasana damai berjalan seperti biasa di mana kawasan pantai, anak kecil bermain ombak, gadis-gadis sunti bersembang di pantai yang berpasir dan muzik kedengaran dari corong radio daripada sekumpulan budak lelaki.

Namun, pantai terletak di Banda Aceh ini, merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang melaksanakan undang-undang Syariah sebagai kod perundangan dan keadaan menjadi tegang apabila anggota polis tiba dengan trak pikap.

Unit polis yang dipanggil ‘Wilayatul Hisbah’ ini menjalankan rondaan untuk mencegah aktiviti maksiat pasangan belum berkahwin, wanita Islam tidak bertudung atau memakai pakaian ketat, serta mereka yang minum arak atau berjudi.

Dalam keramaian di pantai, sentiasa ada pasangan duduk berdua-duaan walaupun tidak terlalu dekat, namun masih menjadi sasaran polis Syariah.

“Kamu masih belum berkahwin, kamu tidak boleh berdua-duaan di sini. Balik sekarang,” kata seorang polis kepada pasangan yang kemudian berjalan dalam kekecewaan ke tempat letak kenderaan.

Remaja perempuan yang memakai seluar ketat juga turut tidak terlepas daripada menerima tindakan.

“Kamu sepatutnya malu berpakaian begini. Balik ke rumah dan tukar pakaian kepada pakaian yang lebih sopan,” kata seorang pegawai lain kepada dua gadis berseluar jeans.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai penduduk Islam terbesar di dunia, namun Aceh adalah wilayah yang paling kuat melaksanakan undang-undang Syariah, selari dengan gelarannya sebagai ‘Serambi Mekah’ kerana ia merupakan wilayah pertama di rantau ini menerima Islam.

Aceh mendapat hak menggunakan undang-undang Syariah sebagai sebahagian daripada perjanjian autonomi yang ditandatangani pada 2002 yang bertujuan menamatkan konflik antara pemisah Islam dengan tentera Indonesia yang telah meragut beribu-rubu nyawa.

Seramai 160,000 maut dalam tragedi tsunami Lautan Hindi pada 2004, yang membuka jalan ke arah perdamaian antara kedua-dua pihak serta kemasukan berbilion dolar bantuan asing. – REUTERS

Komen Blog Ibnu Hasyim: Banyak yang patut difokuzkan mengenai undang syariat di Aceh. Kita lihat sikit dulu mengenai Busana Islami atau pakaian Muslimah. Prof Dr Tgk Muslim Ibrahim, MA, seorang konsultasi agama di 'Serambi News' Aceh, merungkai persoalan yang diajukan kepada beliau sebulan dua lalu. Katanya...

"Alhamdulillah, pengasuh (beliau sendiri) merasa amat berbahagia menerima pertanyaan-pertanyaan semacam ini, yaitu berkait wanita dan ditanyakan oleh kaum wanita sendiri. Sebab yang demikian itu, pada umumnya adalah benar-benar tumbuh dari anak hati sanubari atas dorongan keinsafan dan keprihatinan yang sejati.

Betul, bu! Saya benar benar merasakan sebagaimana yang ibu rasakan itu, prihatin, sedih, ya... ‘ndak tahulah apa namanya. Kebetulan baru saja kemarin saya lewat jalan di depan Mesjid Raya. Saya melihat seorang setengah baya, kulitnya sedikit berwarna. Ia menggunakan kerudung putih, sehingga wajahnya terlihat lebih anggun dari apa adanya. Kemudian, pada bagian bawah, ibu itu memakai rok yang memang panjang hampir sampai ke mata kaki.

Sayangnya, roknya itu memang dibelah kiri dan kanan sampai ke atas lutut, sehingga tatkala ia mengangkat kaki untuk melangkah, dari paha hingga ke sandalnya terlihat jelas sesuai belahan rok. Naudzubillahi Minasysithaanir Rajiim. Betul-betul amat memalukan. Apalagi yang memakai celana ketat ataupun jean, lebih na’uzubillah lagi Buk RT (penanya). Banyak sekali dalil yang amat kuat mewajibkan (bukan menganjurkan, sebagaimana yang ibu sebutkan) kita berbusana Islami. Yang laki-laki berbusana muslim dan yang perempuan berbusana muslimah.

Di antaranya Allah swt berfirman, termaktub dalam surat Annur ayat 31, yang artinya: “Katakanlah kepada wanita-wanita beriman supaya membatasi pandangan dan menjaga kehormatan dan jangan menampakkan perhiasannya (badan atau tubuhnya) kecuali hanyalah yang biasa nampak (yaitu wajah dan tapak tangan. Dan haruslah mereka menutupkan kain kerudungnya hingga ke dada. Janganlah mareka menampakkan badannya itu kecuali kepda suami...”

Ayat itu jelas mewajibkan muslimah menutup badannya dengan busana yang dapat menutupi seluruh yang disuruh tutup itu. Hadis juga cukup banyak yang mengwajib busana Islami itu. Misalnya, sabda Nabi kepada Asmaa binti Abubakar:

“Wahai Asma, Anak peremuan kalau sudah haidh (baligh) tidak boleh lagi menampakkan tubuhnya, kecuali hanyalah ini dan ini (sambil menunjuk kepada muka dn telapak tangan) Hadits Shahih riwayat Abu Daud.

Berdasarkan dalil dalil tersebut, para ulama telah ijmak menyatakan bahwa hukum berbuasana muslimah begi wanita dan berbusana muslim begi lelaki adalah wajib hukumnya. Islam memang tidak menetapkan satu model kusus untuk busana Islami, asal modelnya tidak out of date, kolot dan seterusnya. Artinya, modelnya dapat diatur sesuai perkembangan zaman dan kemajuan daerah ataupun tempat. Itulah sebabnya, Islam hanya menjelaskan krietria-kriteria yang terpenuhi oleh busana islami.

Ada sejumlah kriteria utama.

Pertama, harus dapat menutup seluruh aurat yang wajib ditutup pakaian wanita, tentunya harus dapat menutup aurat wanita dan pakaian lelaki harus dapat menutup aurat lelaki.

Kedua, aurat wanita berhadapan dengan Allah swt adalah seluruh tubuh, kecuali muka, seperti yang kita lihat pada waktu salat; berhadapan dengan bukan mahram adalah seluruh tubuh, kecuali muka, ujung tangan hingga pergelangan dan ujung kaki hingga mata kaki; berhadapan dengan mahram adalah antara pusar dengan lutut plus bagian tertentu pada dada; dan berhadapan dengan suami adalah tidak ada bagian yang wajib ditutup, meskipun dianjurkan tidak serba buka.

Ketiga, bahan pakaian haruslah dari material yang halal, yaitu halal bahannya dan halal pula cara menperolehnya dan tidak tipis/jarang “lagee bulee denden”, agar tidak tansparan terlihat kulit dan sebagainya.

Keempat, longgar, tidak ketat, sehingga tidak menampakkan lekuk lekuk tubuh. Kalau itu semuanya nanpak terlihat dari luar, tentulah tidak ada lagi arti pakaian yang dipakai.

Pakaian Islami berbeda dengan pakaian khas agama lain. Berbeda dengan pakaian lawan jenisnya, maka pakaian lelaki tidak boleh menyerupai pakaian wanita dan demikian juga sebaliknya. Tidak merupakan pakaian yang dibangga-banggakan sehingga menyolok pandangan. Kriteria busana islami itu harus menjadi perhatian kita semua. Untuk lebih lanjut, kalau Ibu ada berkeingiann untuk membaca buku saku mengenai Busana Muslimah dan Sosialisasinya, ibu dapat datang ke kantor Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), insya Allah, selama persediaan masih ada, kami akan sangat senang memberikan satu eksemplar untuk ibu.

Dapat pengasuh tambahkan bahwa anjuran untuk melaksanakan kewajiban berbusana Islami di Aceh ini telah dikumandangkan Gubernur Ir Abdullah Puteh Msi pada tanggal 1 Muhaharram 1424 lalu. Instruksi itu untuk sementara ditujukan begi karyawan/ti dan keluarganya, serta pada kawasan instansi pemerintah. Yang demikian itu adalah agar tidak seperti yang dituding Allah swt dalam firmanNya:

“Apakah engkau menyuruh orang lain berbuat baik, sementara engkau sendiri (keluarga dan jajaran staf-stafmu) engkau lupakan!" Afalaa ta’qiluun.

Kita semua wajib berapresiasi kepada semua pihak yang ingin menegakkan syariat Islam di negeri syariat ini. Pelaksanaannya tentulah harus sesuai dengan syariat dan prosudur hukum yang berlaku. Kita salut kepada Bupati Aceh Barat yang tidak hanya menyiapkan payung hukum untuk penataan busana Islami di wilayahnya, tapi juga menyediakan jalan keluar yang cukup lumayan dengan menghimpunkan sedekah jariah orang berupa busana yang Islami. Semoga Allah swt membantu kita semua. Demikian, Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.· Oleh Prof Dr Tgk Muslim Ibrahim, MA. -Pengasuh Rubrik Konsultasi Agama Islam (KAI

No comments:

Post a Comment

FEEDJIT Live Traffic Map

Blog Archive